Kenaikan TTL Jadi PR Pemerintah Baru
13-05-2014 /
KOMISI VI
Kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) untuk industri yang diberlakukan tahun ini tentu memukul produktifitas industri nasional. Dampaknya, daya saing industri kian merosot. Apalagi, tahun depan, Indonesia akan berhadapan dengan komunitas ekonomi ASEAN 2015.
“Jujur saya tidak sependapat dengan kenaikan ini. Dulu, hotel-hotel mewah dapat subsidi listrik. Subsidi itu belum dicabut hingga sekarang. Apalagi, industri kecil menengah juga tidak mendapatkan subsidi,” tandas Atte Sugandhi Anggota Komisi VI DPR RI yang dihubungi Selasa (13/5). Kenaikan TTL boleh dikatakan tidak adil.
Menurut Atte, kenaikan TTL akhirnya menjadi PR besar bagi pemerintahan baru nanti, agar dunia industri kembali stabil dan punya daya saing, baik di pasar domestik maupun internasional. Komisi VI DPR, sambung Atte, akan memanggil Dirut PLN untuk meminta klarifikasi dan informasi soal kenaikan TTL ini.
Seperti diketahui, kenaikan listrik industri 38,9% yang diberlakukan secara bertahap sepanjang tahun 2014 ini. Listrik merupakan hal yang cukup dominan dalam mengelola industri. Dampaknya bisa sangat luas. Tidak saja mengurangi daya saing, nilai ekspor juga bisa turun, inflasi meningkat, dan ada pengurangan produksi. Di Korea saja, ungkap Atte, listrik untuk industri disubsidi pemerintah.
Energi alternatif perlu dikembangkan lagi untuk mengganti atau setidaknya mengurangi penggunaan listrik dari PLN. Industri nasional harus terus didorong untuk meningkatkan produktifitasnya dengan energi alternatif. Misalnya, penggunaan biodisel yang selama ini masih kurang dikembangkan. (mh)/foto:iwan armanias/parle.